PETUNJUK TEKNIS
PERAWATAN JENAZAH BAGI UMAT BERAGAMA BUDDHA
DI INDONESIA
DIREKTORAT URUSAN AGAMA BUDDHA
Nomor: 01/JUKNIS/II/1992
BAB I
PENDAHULUAN
1. UMUM
Sudah menjadi suratan dari Hukum Kesunyataan bahwa segala sesuatu yang berkondisi akan mengalami perubahan dan akhirnya akan hancur. Kehidupan adalah suatu proses yang sedang berlangsung, yang mengalami berbagai perubahan sesuai dengan hukum Dharma. Maka kita sadari setelah kita mempelajari dan mengerti tentang proses pikiran pada saat kematian karena dengan hanya cara ini kita dapat mengerti tentang proses kehidupan.
2. MAKSUD DAN TUJUAN
1. Maksud disusun Juknis ini adalah sebagai pedoman dasar pelaksanaan upacara kematian dan perawatan jenazah bagi umat yang beragama Buddha.
2. Tujuan yang hendak dicapai dari penyusunan Juknis ini adalah agar terdapat keseragaman dalam pelaksanaan upacara kematian dan perawatan jenazah bagi umat yang beragama Buddha
3. RUANG LINGKUP
Merupakan petunjuk teknis yang memberikan gambaran-gambaran petunjuk praktis dan teknis dalam upacara kematian dan perawatan jenazah bagi umat yang beragama Buddha.
4. PENGARUH KEMATIAN PADA BATIN
Batin tidak berbeda dengan jasmani yang tetap berproses, proses perubahan batin dari suatu keadaan di keadaan yang lain berlangsung terus dengan cepat sehingga bagi orang yang tak mengerti menganggap batin ini adalah tetap kekal, kematian tidak menghenetikan proses batin.
Proses pikiran tidak berhenti pada saat kematian sebab saat terakhir sebelum saat kematian yang disebut MARANASANNA JAVANA CITTA baru, namun memiliki suatu potensi besar untuk mengetahui atau melihat salah satu tiga objek pikiran dari orang yang akan meninggal. Objek pikiran yang muncul ini tak dapat ditolak. Munculnya salah satu dari tiga objek pikiran ini yang menyebabkan sebuah pikiran baru muncul. Pemunculan dari salah satu dari tiga objek sebagai tanda kematian ini dihasilkan kekuatan dari luar, tetapi hal ini terjadi berdasarkan pada perbuatan (kamma) orang tersebut selama hidupnya. Kamma yang bekerja pada saat seperti ini disebut Janaka Kamma. Kematian ini merupakan refleksi dari perbuatan sendiri.
5. PROSES KEMATIAN
Kematian dapat terjadi karena salah satu dari empat sebab sebagai berikut:
1. Kammakkhaya atau habisnya kekuatan janaka kamma.
2. Ayukkhaya atau habisnya masa kehidupan
3. Ubhayakkaya atau habisnya janaka kamma (masa kehidupan) secara bersama-sama
4. Upacchedaka Kamma yang muncul, kamma penghancur atau pemotong yang kuat sehingga walaupun janaka kamma dan ayukkhaya belum selesai orang tersebut meninggal dengan cepat.
6. PENGERTIAN
1. Manussa (manusia) yang merupakan paduan unsur yang terdiri dari batin dan jasmani (nama dan rupa)
2. Rupa adalah unsur materi (Mahabhuta) yang terdiri dari:
* Patavi atau unsur padat
* Vayo atau unsur angin (udara)
* Tejo atau unsur panas (api)
* Apo atau unsur air (cair)
1. Nama dari kelompok batin terdiri dari :
* Vedana Khanda atau unsur kegemaran pada kekerasan
* Sanna Khanda atau unsur kegemaran pada pencerapan
* Sankhara Khanda atau unsur kegemaran pada bentuk-bentuk pikiran
* Vinnana Khanda atau unsur kegemaran pada kesadaran
BAB II
PELAKSANAAN
1. PERLENGKAPAN MEMANDIKAN JENAZAH
1. Meja atau dipan untuk tempat memandikan jenazah
2. Air basah
3. Air kembang
4. Air yang dicampur dengan minyak wangi
5. Sabun mandi dan sampo
6. Sikat gigi
7. Handuk.
2. PERLENGKAPAN PAKAIAN
1. Pakaian harus bersih dan rapi, dan yang paling penting adalah bahwa baju yang dikenakan pada jenazah merupakan pakaian yang paling disenanginya sewaktu masih hidup
2. Sarung tangan dan kaos kaki yang berwarna putih
3. Pakaian yang disesuaikan dengan adat masing-masing, misalnya dengan menggunakan kain putih (kapan)
3. PERLENGKAPAN JENAZAH
1. Peti jenazah
2. Kain putih, untuk alas dan untuk melapisi sisi bagian dalam peti
3. Bantal kecil 3 buah
4. Bunga yang terdiri dari :
* Bunga yang dirangkai untuk hiasan bagian dalam peti
* Bunga untuk ditaburkan
* Tiga tangkai bunga, satu pasang lilin merah, tiga batang dupa, yang diikat dengan benang merah.
1. Liang lahat (jika yang dikuburkan)
2. Usungan
4. PERLENGKAPAN PERSEMBAHYANGAN
1. Meja untuk altar
2. Lilin dua buah warna putih
3. Dupa wangi
4. Buah-buahan
5. Air untuk pemberkahan yang sudah diberi bunga didalamnya
6. Dua vas bunga
7. Foto almarhum/almarhumah, yang diletakkan di tengah altar.
5. MERAWAT JENAZAH
1. Sesaat setelah almarhumah/almarhum menghembuskan nafas yang terakhir , badannya digosok dengan air kayu cendana, atau dengan menaruh es balokan di bawahnya agar jenazah tidak kaku
2. Setelah itu jenazah diletakkan di atas meja dan ditutupi kain setelah itu baru dibacakan paritta-paritta atau doa-doa sebagai berikut:
Pembukaan
Pemimpin kebhaktian memberi tanda kebhaktian dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng lalu pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya. Sementara hadirin berdiri di sisi depan jenazah dan bersikap anjali. Setelah dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan menundukkan kepala.
Kemudian pemimpin Kebhaktian membacakan :
* Namakara Gatha
* Pubbabhaganamakara
* Pamsukula Gatha
* Maha Jaya Mangala Gatha
6. PELAKSANAAN PEMANDIAN
1. Jenazah setelah disembahyangkan kemudian diusung ke tempat pemandian yang telah disiapkan
2. Jenazah dimandikan dengan air bersih terlebih dahulu, kemudian air bunga, lalu dibilas dengan air yang sudah dicampur dengan minyak wangi.
3. Jenazah dikramasi rambutnya dengan sampo, kemudian disabun seluruh badannya dan giginya disikat dan kukunya dibersihkan, setelah itu dibilas lagi dengan air bersih
4. Sehabis itu jenazah dilap dengan handuk.
7. PEMAKAIAN PAKAIAN
1. Jenazah laki-laki
Pakian jenazah laki-laki, baju lengan panjang, celana panjang, dan yang paling disenangi oleh almarhum sewaktu masih hidup, rambut disisir rapi, bila perlu diberi minyak rambut, lalu kedua tangannya dikenakan sarung tangan, dan juga kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
2. Jenazah Perempuan
Pakaian jenazah perempuan adalah pakaian nasional, misalnya kebaya dan memakai kain (pakaian adat daerah) dan khuusnya pakaian yang disenangi olehnya sewaktu dia hidup. Mukanya diberi bedak, rambutnya disisir rapi, bila rambutnya panjang bisa disanggul. Lalu kedua tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih.
3. Jenazah Khusus Pandita
Pakaian khusus Pandita adalah memakai jubah berwarna kuning dan tangannya diberi sarung tangan, dan kedua kakinya diberi kaos kaki berwarna putih
8. SIKAP TANGAN
Sikap tangan diletakkan di depan dada, tangan kanan di atas tangan kiri, dan sambil memegang tiga tangkai bunga, satu pasang lilin berwarna merah, tiga batang dupa wangi, yang sudah diikat dengan benang merah. Sikap kedua kakinya biasa, dengan telapak kaki tetap ke depan.
9. MEMASUKKAN JENAZAH KE DALAM PETI
Peti jenazah yang sudah disiapkan, kemudian keempat sisi bagian dalam dilapisi kain putih, juga bagian bawah dan tutup peti tersebut. Kemudian dikeempat sisi tersebut dipasang atau di hiasi dengan rangkaian-rangkaian bunga, setelah itu jenazah dimasukkan ke dalam peti dan kepala bagian bawah diganjal dengan bantal kecil, begitu pula samping kanan dan samping kiri. Setelah itu dengan peti masih dalam keadaan terbuka dibacakan paritta-paritta. Adapun posisi persembahyangan adalah sebagai berikut:
Sebelum acara pembacaan paritta-paritta suci, pemimpin kebhaktian memberi tanda bahwa kebaktian akan segera dimulai, dengan membunyikan gong atau lonceng. Pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa tersebut ditempatnya, dan hadirin berdiri menghadap ke peti jenazah dengan sikap anjali, dan setelah dupa diletakkan kemudian para hadirin menghormat dengan menundukkan kepala. Kemudian pemimpin kebaktian memimpin membacakan :
* Namakara Gatha
* Pubbabhaganamakara
* Tisarana
* Buddhanussati
* Dhammanussati
* Sanghanussati
* Saccakiriyagatha
* Dhammaniyama Sutta
* Tilakkhanadigatha
* Pamsukula Gatha
Pada waktu hadirin membaca paritta/doa Pamsukula Gatha ini pandita atau pemimpin kebaktian memercikkan air suci pada jenazah di dalam peti. Setelah itu pandita/pemimpin kebaktian berkata:
"Saudara-saudara kami se-Dharma, marilah kita memancarkan pikiran cinta kasih dan kasih sayang kita kepada almarhum/almarhumah (sebut namanya) yang telah mendahului kita, semoga ia dalam perjalanannya di alam kehidupan selanjutnya selalu mendapat ketenangan dan kebahagiaan hingga akhirnya tercapai kebebasan sempurna (Nibbana) semoga Sang Tiratana selalu melindunginya. Samadhi dimulai…."
Setelah berakhir pandita/pemimpin kebaktian mengucapkan "Sabbe Satta Bhavantu Sukhitata" yang artinya "Semoga semua makhluk hidup berbahagia", setelah itu membacakan paritta Ettavatta.
Setelah pembacaan paritta/doa selesai, kemudian peti jenazah ditutup rapat dan diatasnya ditutupi kain berenda berwarna putih, jika ada.
8. MENYEMAYAMKAN JENAZAH
Setelah peti jenazah ditutup rapat, jenazah dapat langsung diberangkatkan ke makam/krematorium, atau dapat juga disemayamkan pada tepat yang telah ditentukan (tergantung permintaan keluarganya). Jika jenazah disemayamkan maka di atas peti jenazah itu dibuat sebuah altar dan di atasnya di pasang dua buah vas bunga di sebelah kanan dan sebelah kiri kemudian tengahnya dipasang foto almarhum/almarhumah dan sebelah depan dipasang lilin, dan di tengah dipasang dupa dan air untuk pemberkahan. Selama disemayamkan dapat dibacakan peritta/doanya pun sama dengan pada waktu jenazah belum ditutup petinya.
9. PEMBERANGKATAN DARI RUMAH DUKA
1. Bagi anggota militer sebelum dibawa ke makam/krematorium dapat diselenggarakan uapacara kemiliteran
2. Bagi orang-orang biasa dapat langsung dibawa ke makam/krematorium
3. Peti jenazah dibawa/diusung dengan bagian kaki di depan dan bagian kepala di belakang.
8. DI MAKAM ATAU DI KUBURAN
1. Setelah sampai dipemakaman/kuburan, jenazah diletakkan di atas liang lahat, petinya ditopeng dengan dua buah kayu
2. Bagi anggota militer, diadakan upacara militer terlebih dahulu
3. Setelah itu baru jenazah dimasukkan ke dalam liang lahat
4. Pandita atau petugas upacara mempersiapkan upacara pembacaan paritta atau doa, lalu pemimpin kebaktian memberi tanda kebaktian/pembacaan paritta dimulai dengan membunyikan gong/lonceng. Pemimpin kebaktian menyalakan lilin, dupa, dan meletakkan dupa ditempatnya. Sementara hadirin berdiri dihadapan peti jenazah dan bersikap anjali. Setelah dupa diletakkan ditempatnya, hadirin menghormat dengan menundukkan kepala. Lalu pemimpin kebaktian membacakan:
* Namakara Gatha
* Pubbabhaganamakara
* Buddhanussati
* Dhammanussati
* Sanghanussati
* Saccakiriya Gatha
* Pamsukula Gatha.
Pada saat paritta/doa dibacakan, pemimpin kebaktian atau pandita menaburkan bunga ke dalam liang lahat, kemudian diikuti oleh para hadirin atau pelayat lainnya. Setelah selesai acara tabur bunga ini, pemimpin kebaktian/pandita membacakan paritta/doa sambil memercikkan air suci. Adapun paritta atau doanya adalah Sumangala Gatha II.
8. SAMBUTAN-SAMBUTAN
1. Sambutan yang pertama adalah dari pihak keluarga, yang selanjutnya membacakan riwayat hidup singkat almarhum/almarhumah.
2. Sambutan yang kedua dari pihak pemerintah/kantor tempat almarhum/almarhumah bekerja.
8. DIKREMATORIUM ATAU DIPERABUKAN
1. Bagi jenazah yang akan diperabukan, setelah sampai di tempat perabuan atau krematorium, jenazah langsung dimasukkan di tempat perabuan, kemudian seluruh bunga-bungaan yang dipakai menghiasi bagian atas peti jenazah tetap ikut dibakar.
2. Apabila yang meninggal adalah seorang anggota militer, terlebih dahulu diadakan upacara kemiliteran
3. Pandita/pemimpin kebaktian bersiap-sap untuk membaca paritta/doa. Adapun doa atau paritta-parittanya adalah sama saja dengan upacara di makam atau dipekuburan.
4. Setelah selesai pembacaan paritta/doa dibacakan, lalu dilanjutkan dengan penyulutan api yang dilakukan oleh pihak keluarga khususnya anak yang tertua.
8. PELARUNGAN ABU JENAZAH
1. Setelah pembakaran jenazah selesai, lalu abu jenasah tersebut setelah dingin kemudian di masukkan ke dalam kantung yang tersedia.
2. Untuk pelrungan abu jenasah tersebut dicari tempat yang airnya jernih, misalnya di laut atau danau
3. Setelah menemukan tempat yang airnya cukup jernih, lalu perahu yang membawa abu jenazah tersebut berputar membuat lingkaran sebanyak tiga kali putaran.
* Untuk putaran yang pertama ditaburkan bunga-bungaan yang sudah disediakan
* Untuk putaran yang kedua ditaburkan abu jenasah tersebut
* Untuk putaran yang ketiga ditaburkan agi bunga-bungaan.
8. PEMAKAMAN DI LAUT
Untuk keluarga yang akan melakukan upacara pemakaman di dasar laut, pada prinsipnya tata upacaranya atau doa dan paritta yang dibacakan adalah sama saja dengan upacara dipemakaman atau krematorium. Hanya saja pada upacara di laut ini semuanya yang hadir harus naik di perahu, sedangkan peti jenazah yang akan ditanam harus diberi bandulan agar mudah tenggelam.
9. PEMAKAMAN DI TEMPAT PERTEMPURAN
Apabila ada seorang anggota militer yang meninggal di daerah pertempuran atau di medan perang, maka pemakamannya dilakukan secara darurat, misalnya jenazah diamankan dan dimakamkan sesuai dengan keadaan pada saat itu. Bila ada rekannya yang beragama Buddha dapat dibacakan Paritta atau doa seperti di pemakaman atau krematorium, tergantung situasi dan kondisi saat itu. Tetapi jika tidak ada rekannya yang beragama Buddha, boleh juga didoakan menurut agama dan kepercayaan rekan-rekannya yang ada.
BAB III
PENUTUP
Demikianlah Buku Petunjuk Teknis Perawatan Jenazah bagi umat Buddha disusun sebagi pedoman dalam merawat jenazah bagi umat beragama Buddha dengan tujuan agar dapat keseragaman dalam mengurus atau merawat jenazah bagi umat Buddha di Indonesia.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Semoga berbahagia
_/\_
EmoticonEmoticon