Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan tindak kekerasan merupakan usaha yang dilakukan seseorang (pelaku kekerasan) kepada orang lain (objek sasaran) dengan tujuan melukai, bentuknya dapat berupa penyiksaan fisik, seksual maupun psikologis atau penyiksaan emosi. Oleh karenanya diperlukan kewaspadaan setiap saat, sebab tindak kekerasan dapat terjadi di mana-mana tanpa memandang usia, status sosial, dan jenis kelamin.
Jadi dari pengertian tersebut, tindak kekerasan beorientasi pada kekerasan baik secara fisik ataupun non fisik dengan tujuan balas dendam atau ingin menguasai harta seseorang (objek kekerasan). Oleh karena itu, diperlukannya kewaspadaan dan sikap saling menghormati satu sama lain, sebab tindak kekerasan yang timbul dapat bermula dari permasalahan yang kecil dan sepele sekalipun.
Perkelahian massal antara sekolah, atau sering kita dengar dengan istilah tawuran, belakangan semakin marak dibicarakan di tanah air menyusul tewasnya dua siswa SLTA di dua sekolah di Jakarta. Ironisnya, sekolah-sekolah tersebut tercatat sebagai sekolah favorit dan unggulan di ibukota. Namun, tingginya intensitas tawuran di kalangan pelajar saat ini merupakan gambaran umum buruknya sistem pendidikan nasional serta kurangnya keterlibatan berbagai pihak dalam mengantisipasinya.
Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.
Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.
Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.
Tawuran juga termasuk dalam kategori tindak kejahatan. Kejahatan adalah kebiasaan buruk yang didapatkan seseorang dari kebiasaan hidupnya, selama proses pertumbuhan (Alfred John, 1995: 40). Tahap pertumbuhan merupakan masa yang paling rentan, karena disinilah seseorang mendapatkan pengalaman yang diperoleh dari pengaruh teman- teman dan kenalannya. Tawuran yang dilakukan pelajar yang kebanyakkan remaja juga merupakan salah satu tindakan kejahatan yang melanggar hukum.
Dari aspek fisik,tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para siswa. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu.sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma pada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.
Kekerasan antar pelajar sangat banyak dan beragam. Berbagai faktor kognitif (kurangnya perspective talking, salah menafsirkan isyarat sosial, keterampilan menyelesaikan memecahkan masalah sangat buruk, dan lain- lain) cenderung membuat siswa agresif. Selanjutnya, mungkin karena faktor kondisi di rumah dan di lingkungan sekitar mereka, beberapa siswa yakin bahwa agresi merupakan cara yang tepat dan efektif untuk menyelesaikan konflik. Faktor- faktor perkembangan juga berperan; misalnya, banyak anak muda dan remaja, transisi ke sekolah menengah (ketidaknyamanan secara psikologis) mungkin membuat beberapa siswa menggertak (bully) teman- temannya yang lebih lemah sebagai cara untuk memperoleh status sosial ditengah teman- temannya (Bronson 2000; Espelage et. Al., 2003; Pellegrini, 2002). Terakhir, agresi merupakan reaksi umum terhadap rasa frustasi, dan beberapa siswa terus mengalami frustasi dalam usaha mereka untuk mencapai sukses secara akademik dan sosial disekolah (G. Bender, 2001; Casella, 2001b; Miles & Stipek, 2006).
Pendekatan Tiga Tingkat
Tingkat 1: Menciptakan Lingkungan Sekolah Tanpa Kekerasan. Menciptakan lingkungan sekolah tanpa kekerasan yang damai dan sejahtera harus menjadi jangka panjang dan mencakup strategi- strategi berikut ini:
o Buatlah komitmen bersama seluruh sekolah untuk mendukung kesuksesan akademik dan sosial semua siswa.
o Sediakan kurikulum yang menantang dan menarik.
o Bentuk hubungan staf pengajar dengan siswa yang penuh kepedulian dan saling percaya.
o Tegaskan kepada para siswa untuk saling menarih hormat yang tulus tanpa pandang bulu- antar siswa dan juga staf pengajar- bagi orang- orang berlatar belakang, ras, etnis, agama yang berbeda.
o Tetapkan kebijakan dan praktek dilingkungan sekolah yang membantu mengembangkan perilaku yang tepat.
o Libatkan para siswa dalam pembuatan keputusan sekolah.
o Sediakan mekanisme dimana siswa dapat mengomunikasikan kepedulian mereka secara terbuka dan tanpa takut akan pembalasan.
o Tekankan perilaku- perilaku prososial (misal berbagi, membantu).
o Bentuklah hubungan kerja yang dekat dengan masyarakat dan keluarga.
o Diskusikan masalah keselamatan secara terbuka. (Burstyn & Stevens, 2001; Dwyer & Osher, 2000; Dwyer, Osher, & Wager, 1998; Learning First Alliance, 2001; Meehan, Hughes, & Cavell, 2003; G. M. Morisson, Furlong, D’Incau, & Morrison, 2004; Pellegrini, 2002).
Tingkat 2: Melakukan Intervensi Dini Bagi Siswa Yang Beresiko. Intervensi tersebut tidak dapat menjadi suatu pendekatan untuk semua kasus, melainkan harus disesuaikan dengan kekuatan dan kebutuhan siswa. Namun, terlepas dari jenisnya, intervensi lebih efektif ketika dilakukan sejak dini sebelum siswa terlibat terlalu jauh dengan perilaku anti sosial dan ketiak intervensi itu dikembangkan oleh sekelompok guru multidisiplin dan profesional- profesional lainnya yang membawa berbagai macam bidang keahlian kemeja perencanaan (Dryfoos, 1997; Dwyer & Osher, 2000)
Tingkat 3: Melakukan Intervensi yang Intensif bagi Siswa yang Mengalami Kesulitan. Karena berbagai alasan, intervensi kecil tidak selalu memadai ketika siswa cenderung berperilaku agresif dan keras. Interaksi yang sering dengan siswa menempatkan sorang guru pada posisi yang ideal untuk mengidentifikasi anak- anak dan remaja yang paling membutuhkan intervensi intensif untuk mengembalikan mereka ke jalur yang benar demi kesuksesan akademik dan sosial.
Dalam mengatasi tawuran ada beberapa hal yang perlu dilakukan selain pendekatan 3 tingkat diatas, yaitu:
v Para siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.
v Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.
v Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.
v Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.
v Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.
v Orang tua. Peran orang tua sangat membantu dalam mencegah tawuran karna bimbingan dari orang tua sangat bermanpaat untuk mengurangi tawuran
v Pihak sekolah harus memberikan sangsi terhadap siswa yang melakukan tawuran. Seperti hukuman memberikan banyak tugas dan bila perlu kembalikan kepada orang tua.
v Dan pemerintah membuat sarana untuk anak muda untuk berkembang. Seperti gor lapangan sepak bola dan lain –lain
v Menjalin komunikasi yang baik. Kenyataan di masa sekarang bahwa orang tua terlalu sibuk bekerja hingga anak-anak ini kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun, orang tua mesti berusaha meluangkan waktu bersosialisasi dengan anak remaja mereka. Luangkan waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah mereka. Posisikan diri anda sebagai teman bagi anak anda dalam memberikan feedback. Dia akan merasa lega bisa mengeluarkan uneg-unegnya secara positif tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif.
v Menjaga keharmonisan keluarga. Emosi anak-anak usia remaja sangatlah labil. Untuk itu, anda harus pandai-pandai menjaga emosi anak. Usahakan untuk tidak mendikte atau mengekang anak selama yang dilakukannya masih positif. Usahakan juga untuk tidak melakukan tindak kekerasan di dalam rumah dan tidak melakukan pertengkaran fisik di hadapan sang anak. Mereka akan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Jika orang tua sendiri tidak bisa menghargai anggota keluarga sendiri, bagaimana anak-anak bisa belajar menghargai orang lain.
v Memberi pendekatan agama yang benar. Pendidikan agama dalam keluarga juga berperan penting dalam memberi fondasi yang kuat dalam membentuk kepribadian seseorang. Fondasi agama yang benar bukan terletak pada ritual keagamaan yang dijalankan, tapi lebih mengarah kepada penerapan nilai-nilai moral dan solidaritas kepada sesama.
Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu,menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial masyarakatnya..
Pada dasarnya peran berbagai pihak dalam memerangi kekerasan di lingkungan pelajar sangat penting. Pendidikan yang paling dasar dimulai dari rumah.Orang tua sendiri harus aktif menjaga emosi anak apalagi anak yang sudah menginjak masa remaja. Usia remaja merupakan usia yang yang labil, banyak anak- anak yang menginjak usia remaja yang mudah terpengaruh dengan hal- hal buruk seperti pemakaian narkoba, minuman keras termasuk juga kekerasan. Kekerasan menurut para remaja adalah sebagai ajang unjuk gigi manakah yang paling hebat.
Pola mendidik juga barangkali perlu dirubah.Orang tua seharusnya tidak mendikte anak, tetapi memberi keteladanan.Tidak mengekang anak dalam beraktifitas yang positif. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta suasana rumah yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang si anak. Karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasanya dilakukan laki- laki, juga bias ditiru anak- anaknya. Menanamkan dasar-dasar agama pada proses pendidikan. Tidak kalah penting adalah membatasi anak melihat kekerasan yang ditayangkan Televisi. Media ini memang paling jitu dalam proses pendidikan.Orang tua harus pandai-pandai memilih tontonan yang positif sehingga bisa menjadi tuntunan buat anak. Apakah cocok dengan usianya, apakah bersifat mendidik atau justru malah merusak moral si anak. Untuk membatasi tontonan untuk usia remaja memang lumayan sulit bagi orang tua.Karena internetpun dapat diakses secara bebas dan orang tua tidak bisa membendung perkembangan sebuah teknologi. Filter yang baik buat anak adalah agama dengan agama si anak bisa membentengi dirinya sendiri dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun.Dan pendidikan anak tidak seharusnya diserahkan seratus persen pada sekolah.
Peranan sekolah juga sangat penting dalam penyelesaian masalah ini. Untuk meminimalkan tawuran antar pelajar, sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang lebih ketat, agar siswa/i tidak seenaknya keluyuran pada jam – jam pelajaran di luar sekolah. Yang kedua peran BK ( Bimbingan Konseling harus diaktifkan dalam rangka pembinaan mental siswa, Membatu menemukan solusi bagi siswa yang mempunyai masalah sehingga persoalan-persoalan siswa yang tadinya dapat jadi pemicu sebuah tawuran dapat dicegah. Yang ketiga mengkondisikan suasana sekolah yang ramah dan penuh kasih sayang . Peran guru disekolah semestinya tidak hanya mengajar tetapi menggatikan peran orang tua mereka yakni mendidik.Yang keempat penyediaan fasilitas untuk menyalurkan energi siswa. Contohnya menyediakan program ektra kurikuler bagi siswa.Pada usia remaja energi mereka tinggi, sehingga perlu disalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak berubah menjadi agresivitas yang merugikan.
Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler Ini sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan perlengkapan kesenian, yang sejauh ini di banyak sekolah belum memadai, malah cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi fasilitas olahraga dan seni. Dari segi hukum demikian juga.Pemerintah harus tegas dalam menerapkan sanksii hukum. Berilah efek jerah pada siswa yang melakukan tawuran sehingga mereka akan berpikir lebih jika akan melakukan tawuran lagi.Karena bagaimanapun mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus terus dijaga untuk membangun bangsa ini.
Telah disampaikan diatas bahwa peran berbagai pihak sangat penting dalam memerangi tindak kekerasan di lingkungan pelajar. Guru, orang tua, pemerintah harus bersikap tegas menciptakan suasana yang tertib bagi semua kalangan pelajar. Selain berpengaruh pada fisik, kekerasan antar pelajar juga bisa mengakibatkan kerugian mental. Memang mengatasi tindakan aneh- aneh para pelajar yang umumnya pelajar sangat sulit. Namun, mereka juga aset bangsa jadi perlu penanganan yang baik.
Referensi:
Omrod, J. E. 2003. Educational Psychology: Developing Learners. New Jersey: Merrill Prentice.
John, Alfred. 1995. Membangun Karakter Tangguh. Surabaya: PORTICO Publishing.
http://apajdeh.blogspot.com/2012/10/cara-mengatasi-tawuran-antara-pelajar.html (diakses tanggal 20 Desember 2012)
http://blog.tp.ac.id/fenomena-tawuran-antar-pelajar (diakses tanggal 20 Desember 2012)