A.
Latar
Belakang
Buddhisme
merupakan salah satu bagian dari berbagai macam agama-agama dunia yang
mempunyai berbagai aliran , karakteristik dan tradisi yang berbeda. Walaupun
asalnya sama yaitu dari daerah India akan tetapi karena berbagai factor
sehingga terpecah-pecah menjadi banyak aliran. Karena asal usulnya sama maka
tidak dibenarkan jika kita menghakimi aliran atau tradisi lainnya sebagai
sesuatu yang salah dan yang paling benar adalah tradisi kita. Salah satu tradisi atau aliran yang ada
adalah mengenai Buddhisme Sukhawati.
B.
Buddhism
Sukhawati (Chin-Tu)
Dari sekitar akhir Dinasti Utara dan
Selatan (317-589), Buddhism Sukhawati (Pure Land), dengan penekanannya mengenai
latihan nien-fo , memohon dengan khusuk dengan menyebut nama Buddha Amitabha
agar supaya terlahir di Sukhawati juga secara luas diterima. Tan- Luan
(476-542), Tao-Cho (562-645) Shan-Tao (613-811), tiga guru terdahulu dari sekte
Sukhawati yang mendapatkan kepopuleran melatih nien-fo, semua mengerti
spiritual, tanpa rintangan dari ketidak benaran dengan interpretasi halus dari
setiap kaata yang terkandung di dalamnya.
Dari banyak sekte Buddhis suatu
waktu popular di Cina, hanya sekte Ch’an (Zen; Dyana) dan Chin- Tu (Sukhawati)
masih tumbuh berkembang sampai dengan hari ini, dengan survival mereka dapat
dihubungkan dengan kepraktisan dan kesucian dari pendekatan mereka terhadap
sutranya.
C.
Buddha
Amitabha
Amitābha adalah Buddha cinta
kasih tanpa batas. Beliau tinggal di barat (digambarkan dalam posisi meditasi)
dan berupaya untuk mencerahkan setiap makhluk (digambarkan dalam posisi memberi
berkah). Teknik paling penting yang beliau ajarkan adalah memvisualisasikan
seluruh alam di sekitar sebagai tanah suci. Siapapun yang melihat dunianya
sebagai tanah suci akan membangkitkan energi pencerahannya. Dunia dapat
terlihat sebagai tanah suci dengan jalan menyatukan pikiran-pikiran positif
(pikiran pencerahan) atau dengan mengirimkan cinta kasih kepada semua makhluk
(berharap semua makhluk berbahagia). Menurut doktrin Amitabha, seseorang dapat
datang ke tanah suci Amitābha jika pada saat menjelang kematiannya, mereka
memvisualisasikan Amitābha bercahaya terang seperti matahari tepat di atas
kepala mereka, mengulang-ulang nama beliau sebagai mantra dan melepaskan jiwa
(kesadaran) melalui cakra mahkota.
Akar kata dari nama Amitābha dalam Bahasa
Sanskerta adalah Amitābha, maskulin,
dan bentuk nominatif singularnya adalah Amitābhaḥ.
Ini merupakan penyusun kata Sanskrit amita ("tanpa batas, tak
terhingga") dan ābhā ("cahaya, kemilau"). Dengan
demikian, nama tersebut dapat diinterpretasikan sebagai "ia yang memiliki
cahaya tanpa batas, ia yang kemilaunya tak terhingga".
Amitāyus
(bentuk nominatif Amitāyuḥ) juga digunakan untuk
wujud Sambhogakāya Amitabha, terutama yang berkaitan dengan umur
panjang. Beliau seringkali digambarkan dalam posisi bersila dan membawa mangkuk
berisi nektar keabadian. Amitayus juga merupakan salah satu dari tiga makhluk
suci yang berkaitan dengan panjang umur, selain Tara Putih dan Ushnishavijaya. Amitāyus
merupakan gabungan dari amita ("tak terhingga") dan āyus
("hidup"), sehingga memiliki arti "Ia yang usianya tanpa
batas".
Buddha Amitabha dalam bahasa China diterjemahkan menjadi Āmítuó
Fó, dimana Āmítuó menampilkan tiga aksara Amitābha atau Amitāyus,
dan Fó adalah bahasa China untuk Buddha (diambil dari suku kata pertama Buddha
dalam bahasa Sanskerta). Nama Amitābha disebut sebagai Wúliàngguāng
("Cahaya Tanpa Batas"), sementara nama Amitāyus sebagai Wúliàngshòu
("Usia Tanpa Batas"). Kedua nama yang terakhir itu jarang digunakan.
Amitabha
(Amitofo) merupakan kata yang sudah tidak asing kita dengar.. Kata Amitabha
atau Amitayus, disampaikan oleh Buddha Gautama dalam Sutra Amitabha. Berikut
ini adalah kitipan dari Sutra Amitabha yang menjelaskan tentang makna dari nama
Amitayus:
“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”
Menurut Sutra Kehidupan Tanpa Batas atau Sutra Agung Kehidupan Tak Terhingga (Mahāyāna Amitāyus Sūtra), Amitābha dulunya, pada masa yang sangat lampau dan kemungkinan pada solar sistem yang lain, seorang bhikku bernama Dharmakāra. Pada beberapa versi dari sūtra, Dharmakāra digambarkan sebagai mantan raja yang, setelah mendengar ajaran dari Buddha Lokesvararaja, meninggalkan tahtanya. Ia kemudian berketetapan hati untuk menjadi seorang Buddha dan memiliki sebuah buddhakṣetra ("tanah suci Buddha", suatu alam yang terdapat di alam semesta primordial di luar (Ruang dan Waktu biasa, dihasilkan dari kumpulan pahala yang dikumpulkan sang Buddha) dimana segala isinya sempurna. Ketetapan hati tersebut tertuang dalam 48 Sumpah Amitabha, menggambarkan jenis tanah suci Buddha seperti apa yang diaspirasikan oleh Dharmakāra, persyaratan seperti apa agar dapat terlahir di sana, dan wujud setiap makhluk yang terlahir di sana. Diantara 48 Sumpah tersebut, ada tiga ikrar atau sumpah yang paling utama yaitu:
“Dari panjangnya usia Hyang Bhagava Amitabha, Hyang Tathagata. Oh Ananda, tidaklah terukur, sehingga sulit untuk diketahui lainnya, agar dapat dikatakan (bahwa itu meliputi) begitu banyak ratusan kalpa, begitu banyak ribuan kalpa, begitu banyak ratusan ribu kalpa, begitu banyak berkoti-koti kalpa, begitu banyak ratusan koti kalpa, begitu banyak ribuan koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu koti kalpa, begitu banyak ratusan ribu niyuta koti kalpa. Karenanya, Hyang Tathagata itu disebut Amitayus.”
Menurut Sutra Kehidupan Tanpa Batas atau Sutra Agung Kehidupan Tak Terhingga (Mahāyāna Amitāyus Sūtra), Amitābha dulunya, pada masa yang sangat lampau dan kemungkinan pada solar sistem yang lain, seorang bhikku bernama Dharmakāra. Pada beberapa versi dari sūtra, Dharmakāra digambarkan sebagai mantan raja yang, setelah mendengar ajaran dari Buddha Lokesvararaja, meninggalkan tahtanya. Ia kemudian berketetapan hati untuk menjadi seorang Buddha dan memiliki sebuah buddhakṣetra ("tanah suci Buddha", suatu alam yang terdapat di alam semesta primordial di luar (Ruang dan Waktu biasa, dihasilkan dari kumpulan pahala yang dikumpulkan sang Buddha) dimana segala isinya sempurna. Ketetapan hati tersebut tertuang dalam 48 Sumpah Amitabha, menggambarkan jenis tanah suci Buddha seperti apa yang diaspirasikan oleh Dharmakāra, persyaratan seperti apa agar dapat terlahir di sana, dan wujud setiap makhluk yang terlahir di sana. Diantara 48 Sumpah tersebut, ada tiga ikrar atau sumpah yang paling utama yaitu:
- Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mempercayai ajaran Buddha, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci ini. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
- Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk yang telah berusaha dengan segenap kemampuan jiwanya untuk mencapai tingkat Ke-Bodhi-an, dan yang telah melatih diri untuk memiliki, memelihara, dan meningkatkan jasa-jasa kebaikan dan kebajikannya, Saya usahakan agar semuanya dapat dilahirkan di Tanah Suci Saya itu. Pada saat-saat menjelang kematiaannya, maka makhluk tersebut akan dikelilingi oleh Para Penolong Gaib (yang akan mengantarkan orang-orang yang telah meninggal dunia itu, ke Tanah Suci atau Surga ciptaan Saya itu). Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai.
- Saya bersumpah bahwa makhluk-makhluk hidup yang ada di sepuluh penjuru mata angin, yang mendengar nama Saya, yang telah memikirkan mengenai Tanah Suci yang Saya ciptakan, dan telah merencanakan akan berbuat kebajikan-kebajikan, Saya usahakan agar mereka itu dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu. Apabila diantara mereka masih masih ada yang belum dapat terlahirkan di Tanah Suci Saya itu, Saya tidak akan mau menikmati hasil Pencerahan Agung (Pencapaian Nirvana) secara sempurna, yang telah Saya capai
Doktrin dasar mengenai Amitābha dan
sumpah-sumpahnya ditemukan pada tiga kanonikal teks Mahāyāna:
- Sutra Kehidupan Tanpa Batas/Sutra Panjang Sukhāvatīvyūha
- Sutra Amitabha/Sutra Pendek Sukhāvatīvyūha
- Sutra Perenungan/Sutra Amitāyurdhyāna
Melalui usahanya, Amitābha menciptakan
"Tanah Suci" (, pinyin: jìngtŭ; Jepang: jōdo; Vietnam: tịnh
độ) yang disebut Sukhāvatī (Sanskerta|Sanskrit)
atau "Tanah Kebahagiaan"). Sukhāvatī berlokasi jauh di barat di luar
tata surya kita. Dengan kekuatan sumpahnya, Amitābha membuatnya memungkinkan
bagi siapapun yang menyebut namanya untuk terlahir
kembali pada alamnya, memperoleh bimbingan dharma dari
dirinya demi mencapai kebodhisatwaan dan pada akhirnya kebuddhaan
(tujuan akhir Mahāyāna Buddhisme). Dari sana, para Bodhisatwa dan Buddha
tersebut akan kembali ke bumi untuk menolong lebih banyak makhluk.
Sekarang , yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?
“Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran.” (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)
Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati. “Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
Sekarang , yang menjadi pertanyaan, bagaimana agar dapat terlahir di Tanah Suci ini?
“Karena tekad lampau (purva-pranidhana) Ku, maka makhluk-makhluk yang dengan cara apapun pernah mendengar nama-Ku, selamanya akan pergi ke negeri-Ku (tanah suci Sukhavati). Tekad-Ku, yang mulia ini telah tercapai dan setelah makhluk-makhluk dari berbagai alam datang kemari ke hadapan-Ku, mereka tak akan pernah berlalu dari sini, meskipun hanya untuk satu kelahiran.” (Mahasukhavativyuha Sutra 50:17)
Selain itu, di dalam Amitayurdhyana Sutra, dijelaskan beberapa hal yang dapat menyebabkan kita terlahir di Sukhavati. “Jenis kelahiran mulia (dalam alam Sukhavati) tingkat tinggi dapat dicapai oleh mereka yang di dalam pencarian mereka untuk terlahir di sana, telah mengembangkan tiga macam pikiran. Engkau mungkin akan bertanya apakah ketiga macam pikiran itu:
- Pikiran yang tulus,
- Pikiran yang penuh keyakinan,
- Pikiran yang terpusat pada tekad untuk
terlahir di alam Sukhavati dengan mempersembahkan segenap kumpulan
kebajikan yang mengakibatkan kelahiran kembali di sana.
Mereka yang telah menyempurnakan ketiga macam pikiran ini pasti akan terlahir di alam Sukhavati.
D. Kesimpulan
Sukhawati
merupakan sebuah alam yang diciptakan oleh Buddha Amitabha untuk siapapun.
Dimana ditempat itulah siapapun akan mendapatkan pengajaran dari Buddha
Amitabha untuk menjadi Bodhisatva dan mencapai Kebuddhaan. Karena pada dasarnya
setiap orang mempunyai benih-benih Kebuddhaan. Dengan pikiran tulus serta tekad
yang kuat seseorang dapat terlahir ditempat itu.
REFERENSI
·
T, Suwarto. 1995. Buddha Dharma Mahayana. Jakarta: Majelis Agama Buddha Mahayana
Indonesia.