infeed1

MENGATASI KEKERASAN DI LINGKUNGAN PELAJAR

9:31 PM Add Comment
http://cybersulutdaily.com/wp-content/uploads/2016/07/kekerasan-anak.jpg


Kekerasan sekarang sudah merasuk ke berbagai generasi di negara ini. Generasi muda yang kelak diharapkan mampu membawa bangsa ini ke arah yang lebih baik justru "doyan" dengan kekerasan dan perkelahian massal tanpa penyebab dan tujuan yang jelas. Apa yang salah dengan negeri ini? Mau dibawa kemana bangsa ini jika nantinya dipimpin orang-orang yang brutal?

Dalam http://id.wikipedia.org/wiki/Kekerasan tindak kekerasan merupakan usaha yang dilakukan seseorang (pelaku kekerasan) kepada orang lain (objek sasaran) dengan tujuan melukai, bentuknya dapat berupa penyiksaan fisik, seksual maupun psikologis atau penyiksaan emosi. Oleh karenanya diperlukan kewaspadaan setiap saat, sebab tindak kekerasan dapat terjadi di mana-mana tanpa memandang usia, status sosial, dan jenis kelamin.

Jadi dari pengertian tersebut, tindak kekerasan beorientasi pada kekerasan baik secara fisik ataupun non fisik dengan tujuan balas dendam atau ingin menguasai harta seseorang (objek kekerasan). Oleh karena itu, diperlukannya kewaspadaan dan sikap saling menghormati satu sama lain, sebab tindak kekerasan yang timbul dapat bermula dari permasalahan yang kecil dan sepele sekalipun.

Perkelahian massal antara sekolah, atau sering kita dengar dengan istilah tawuran, belakangan semakin marak dibicarakan di tanah air menyusul tewasnya dua siswa SLTA di dua sekolah di Jakarta. Ironisnya, sekolah-sekolah tersebut tercatat sebagai sekolah favorit dan unggulan di ibukota. Namun, tingginya intensitas tawuran di kalangan pelajar saat ini merupakan gambaran umum buruknya sistem pendidikan nasional serta kurangnya keterlibatan berbagai pihak dalam mengantisipasinya.

            Tawuran sepertinya sudah menjadi bagian dari budaya bangsa Indonesia. Sehingga jika mendengar kata tawuran, sepertinya masyarakat Indonesia sudah tidak asing lagi. Hampir setiap minggu, berita itu menghiasi media massa. Bukan hanya tawuran antar pelajar saja yang menghiasi kolom-kolom media cetak, tetapi tawuran antar polisi dan tentara , antar polisi pamong praja dengan pedagang kaki lima, sungguh menyedihkan. Inilah fenomena yang terjadi di masyarakat kita.

Tawuran antar pelajar maupun tawuran antar remaja semakin menjadi semenjak terciptanya geng-geng. Perilaku anarki selalu dipertontonkan di tengah-tengah masyarakat. Mereka itu sudah tidak merasa bahwa perbuatan itu sangat tidak terpuji dan bisa mengganggu ketenangan masyarakat.Sebaliknya mereka merasa bangga jika masyarakat itu takut dengan geng/kelompoknya. Seorang pelajar seharusnya tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti itu.

Biasanya permusuhan antar sekolah dimulai dari masalah yang sangat sepele. Namun remaja yang masih labil tingkat emosinya justru menanggapinya sebagai sebuah tantangan. Pemicu lain biasanya dendam Dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi para siswa tersebut akan membalas perlakuan yang disebabkan oleh siswa sekolah yang dianggap merugikan seorang siswa atau mencemarkan nama baik sekolah tersebut.

            Tawuran juga termasuk dalam kategori tindak kejahatan. Kejahatan adalah kebiasaan buruk yang didapatkan seseorang dari kebiasaan hidupnya, selama proses pertumbuhan (Alfred John, 1995: 40). Tahap pertumbuhan merupakan masa yang paling rentan, karena disinilah seseorang mendapatkan pengalaman yang diperoleh dari pengaruh teman- teman dan kenalannya. Tawuran yang dilakukan pelajar yang kebanyakkan remaja juga merupakan salah satu tindakan kejahatan yang melanggar hukum.

            Dari aspek fisik,tawuran dapat menyababkan kematian dan luka berat bagi para siswa. Kerusakan yang parah pada kendaraan dan kaca gedung atau rumah yang terkena lemparan batu.sedangkan aspek mentalnya , tawuran dapat menyebabkan trauma pada para siswa yang menjadi korban, merusak mental para generasi muda, dan menurunkan kualitas pendidikan di Indonesia.

            Kekerasan antar pelajar sangat banyak dan beragam. Berbagai faktor kognitif (kurangnya perspective talking, salah menafsirkan isyarat sosial, keterampilan menyelesaikan memecahkan masalah sangat buruk, dan lain- lain) cenderung membuat siswa agresif. Selanjutnya, mungkin karena faktor kondisi di rumah dan di lingkungan sekitar mereka, beberapa siswa yakin bahwa agresi merupakan cara yang tepat dan efektif untuk menyelesaikan konflik. Faktor- faktor perkembangan juga berperan; misalnya, banyak anak muda dan remaja, transisi ke sekolah menengah (ketidaknyamanan secara psikologis) mungkin membuat beberapa siswa menggertak (bully) teman- temannya yang lebih lemah sebagai cara untuk memperoleh status sosial ditengah teman- temannya (Bronson 2000; Espelage et. Al., 2003; Pellegrini, 2002). Terakhir, agresi merupakan reaksi umum terhadap rasa frustasi, dan beberapa siswa terus mengalami frustasi dalam usaha mereka untuk mencapai sukses secara akademik dan sosial disekolah (G. Bender, 2001; Casella, 2001b; Miles & Stipek, 2006).

Pendekatan Tiga Tingkat

Tingkat 1: Menciptakan Lingkungan Sekolah Tanpa Kekerasan. Menciptakan lingkungan sekolah tanpa kekerasan yang damai dan sejahtera harus menjadi jangka panjang dan mencakup strategi- strategi berikut ini:

o   Buatlah komitmen bersama seluruh sekolah untuk mendukung kesuksesan akademik dan sosial semua siswa.

o   Sediakan kurikulum yang menantang dan menarik.

o   Bentuk hubungan staf pengajar dengan siswa yang penuh kepedulian dan saling percaya.

o   Tegaskan kepada para siswa untuk saling menarih hormat yang tulus tanpa pandang bulu- antar siswa dan juga staf pengajar- bagi orang- orang berlatar belakang, ras, etnis, agama yang berbeda.

o   Tetapkan kebijakan dan praktek dilingkungan sekolah yang membantu mengembangkan perilaku yang tepat.

o   Libatkan para siswa dalam pembuatan keputusan sekolah.

o   Sediakan mekanisme dimana siswa dapat mengomunikasikan kepedulian mereka secara terbuka dan tanpa takut akan pembalasan.

o   Tekankan perilaku- perilaku prososial (misal berbagi, membantu).

o   Bentuklah hubungan kerja yang dekat dengan masyarakat dan keluarga.

o   Diskusikan masalah keselamatan secara terbuka. (Burstyn & Stevens, 2001; Dwyer & Osher, 2000; Dwyer, Osher, & Wager, 1998; Learning First Alliance, 2001; Meehan, Hughes, & Cavell, 2003; G. M. Morisson, Furlong, D’Incau, & Morrison, 2004; Pellegrini, 2002).

Tingkat 2: Melakukan Intervensi Dini Bagi Siswa Yang Beresiko. Intervensi tersebut tidak dapat menjadi suatu pendekatan untuk semua kasus, melainkan harus disesuaikan dengan kekuatan dan kebutuhan siswa. Namun, terlepas dari jenisnya, intervensi lebih efektif ketika dilakukan sejak dini sebelum siswa terlibat terlalu jauh dengan perilaku anti sosial dan ketiak intervensi itu dikembangkan oleh sekelompok guru multidisiplin dan profesional- profesional lainnya yang membawa berbagai macam bidang keahlian kemeja perencanaan (Dryfoos, 1997; Dwyer & Osher, 2000)

Tingkat 3: Melakukan Intervensi yang Intensif bagi Siswa yang Mengalami Kesulitan. Karena berbagai alasan, intervensi kecil tidak selalu memadai ketika siswa cenderung berperilaku agresif dan keras. Interaksi yang sering dengan siswa menempatkan sorang guru pada posisi yang ideal untuk mengidentifikasi anak- anak dan remaja yang paling membutuhkan intervensi intensif untuk mengembalikan mereka ke jalur yang benar demi kesuksesan akademik dan sosial.

Dalam mengatasi tawuran ada beberapa hal yang perlu dilakukan selain pendekatan 3 tingkat diatas, yaitu:

v  Para siswa wajib diajarkan dan memahami bahwa semua permasalahan tidak akan selesai jika penyelesaiannya dengan menggunakan kekerasan.

v  Lakukan komunikasi dan pendekatan secara khusus kepada para pelajar untuk mengajarkan cinta kasih.

v  Pengajaran ilmu beladiri yang mempunyai prinsip penggunaan untuk menyelamatkan orang dan bukan untuk menyakiti orang lain.

v  Ajarkan ilmu sosial Budaya, ilmu sosial budaya sangat bermanfaat untuk pelajar khususnya, yaitu agar tidak salah menempatkan diri di lingkungan masyarakat.

v  Tindakan kekerasan pasti akan menular, Pihak yang berwenang haruslah tegas memberikan sanksi untuk pelaku tindak kekerasan.

v  Orang tua. Peran orang tua sangat membantu dalam mencegah tawuran karna bimbingan dari orang tua sangat bermanpaat untuk mengurangi tawuran

v  Pihak sekolah harus memberikan sangsi terhadap siswa yang melakukan tawuran. Seperti hukuman memberikan banyak tugas dan bila perlu kembalikan kepada orang tua.

v  Dan pemerintah membuat sarana untuk anak muda untuk berkembang. Seperti gor lapangan sepak bola dan lain –lain

v  Menjalin komunikasi yang baik. Kenyataan di masa sekarang bahwa orang tua terlalu sibuk bekerja hingga anak-anak ini kehilangan figur orang tua mereka. Sesibuk apapun, orang tua mesti berusaha meluangkan waktu bersosialisasi dengan anak remaja mereka. Luangkan waktu di akhir pekan untuk berkumpul dan mendengar keluh kesah mereka. Posisikan diri anda sebagai teman bagi anak anda dalam memberikan feedback. Dia akan merasa lega bisa mengeluarkan uneg-unegnya secara positif tanpa harus menyimpang ke perilaku destruktif.

v  Menjaga keharmonisan keluarga. Emosi anak-anak usia remaja sangatlah labil. Untuk itu, anda harus pandai-pandai menjaga emosi anak. Usahakan untuk tidak mendikte atau mengekang anak selama yang dilakukannya masih positif. Usahakan juga untuk tidak melakukan tindak kekerasan di dalam rumah dan tidak melakukan pertengkaran fisik di hadapan sang anak. Mereka akan mencontoh apa yang dilakukan orang tuanya. Jika orang tua sendiri tidak bisa menghargai anggota keluarga sendiri, bagaimana anak-anak bisa belajar menghargai orang lain.

v  Memberi pendekatan agama yang benar. Pendidikan agama dalam keluarga juga berperan penting dalam memberi fondasi yang kuat dalam membentuk kepribadian seseorang. Fondasi agama yang benar bukan terletak pada ritual keagamaan yang dijalankan, tapi lebih mengarah kepada penerapan nilai-nilai moral dan solidaritas kepada sesama.

Perubahan sosial yang diakibatkan karena sering terjadinya tawuran, mengakibatkan norma-norma menjadi terabaikan. Selain itu,menyebabkan terjadinya perubahan pada aspek hubungan sosial masyarakatnya..

Pada dasarnya peran berbagai pihak dalam memerangi kekerasan di lingkungan pelajar sangat penting. Pendidikan yang paling dasar dimulai dari rumah.Orang tua sendiri harus aktif menjaga emosi anak apalagi anak yang sudah menginjak masa remaja. Usia remaja merupakan usia yang yang labil, banyak anak- anak yang menginjak usia remaja yang mudah terpengaruh dengan hal- hal buruk seperti pemakaian narkoba, minuman keras termasuk juga kekerasan. Kekerasan menurut para remaja adalah sebagai ajang unjuk gigi manakah yang paling hebat.

 Pola mendidik juga barangkali perlu dirubah.Orang tua seharusnya tidak mendikte anak, tetapi memberi keteladanan.Tidak mengekang anak dalam beraktifitas yang positif. Menghindari kekerasan dalam rumah tangga sehingga tercipta suasana rumah yang aman dan nyaman bagi tumbuh kembang si anak. Karena kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang biasanya dilakukan laki- laki, juga bias ditiru anak- anaknya. Menanamkan dasar-dasar agama pada proses pendidikan. Tidak kalah penting adalah membatasi anak melihat kekerasan yang ditayangkan Televisi. Media ini memang paling jitu dalam proses pendidikan.Orang tua harus pandai-pandai memilih tontonan yang positif sehingga bisa menjadi tuntunan buat anak. Apakah cocok dengan usianya, apakah bersifat mendidik atau justru malah merusak moral si anak. Untuk membatasi tontonan untuk usia remaja memang lumayan sulit bagi orang tua.Karena internetpun dapat diakses secara bebas dan orang tua tidak bisa membendung perkembangan sebuah teknologi. Filter yang baik buat anak adalah agama dengan agama si anak bisa membentengi dirinya sendiri dari pengaruh buruk apapun dan dari manapun.Dan pendidikan anak tidak seharusnya diserahkan seratus persen pada sekolah.

Peranan sekolah juga sangat penting dalam penyelesaian masalah ini. Untuk meminimalkan tawuran antar pelajar, sekolah harus menerapkan aturan tata tertib yang lebih ketat, agar siswa/i tidak seenaknya keluyuran pada jam – jam pelajaran di luar sekolah. Yang kedua peran BK ( Bimbingan Konseling harus diaktifkan dalam rangka pembinaan mental siswa, Membatu menemukan solusi bagi siswa yang mempunyai masalah sehingga persoalan-persoalan siswa yang tadinya dapat jadi pemicu sebuah tawuran dapat dicegah. Yang ketiga mengkondisikan suasana sekolah yang ramah dan penuh kasih sayang . Peran guru disekolah semestinya tidak hanya mengajar tetapi menggatikan peran orang tua mereka yakni mendidik.Yang keempat penyediaan fasilitas untuk menyalurkan energi siswa. Contohnya menyediakan program ektra kurikuler bagi siswa.Pada usia remaja energi mereka tinggi, sehingga perlu disalurkan lewat kegiatan yang positif sehingga tidak berubah menjadi agresivitas yang merugikan.

Dalam penyelenggaraan kegiatan ekstrakurikuler Ini sekolah membutuhkan prasarana dan sarana, seperti arena olahraga dan perlengkapan kesenian, yang sejauh ini di banyak sekolah belum memadai, malah cenderung kurang. Oleh karenanya, pemerintah perlu mensubsidi lebih banyak lagi fasilitas olahraga dan seni. Dari segi hukum demikian juga.Pemerintah harus tegas dalam menerapkan sanksii hukum. Berilah efek jerah pada siswa yang melakukan tawuran sehingga mereka akan berpikir lebih jika akan melakukan tawuran lagi.Karena bagaimanapun mereka adalah aset bangsa yang berharga dan harus terus dijaga untuk membangun bangsa ini.

            Telah disampaikan diatas bahwa peran berbagai pihak sangat penting dalam memerangi tindak kekerasan di lingkungan pelajar. Guru, orang tua, pemerintah harus bersikap tegas menciptakan suasana yang tertib bagi semua kalangan pelajar. Selain berpengaruh pada fisik, kekerasan antar pelajar juga bisa mengakibatkan kerugian mental. Memang mengatasi tindakan aneh- aneh para pelajar yang umumnya pelajar sangat sulit. Namun, mereka juga aset bangsa jadi perlu penanganan yang baik.






 Referensi:

Omrod, J. E. 2003. Educational Psychology: Developing Learners. New Jersey: Merrill Prentice.

John, Alfred. 1995. Membangun Karakter Tangguh. Surabaya: PORTICO Publishing.

http://apajdeh.blogspot.com/2012/10/cara-mengatasi-tawuran-antara-pelajar.html (diakses tanggal 20 Desember 2012)

http://blog.tp.ac.id/fenomena-tawuran-antar-pelajar (diakses tanggal 20 Desember 2012)

DOGMA DOGMA DALAM BRAHMAJALA SUTTA DALAM PANDANGAN BUDDHIS

9:26 PM Add Comment
Latar Belakang

            Di zaman sekarang ini banyak kekerasan yang terjadi di negeri ini baik yag mengatasnamakan kelompok ataupun suku. Namun yang paling membuat kita mengelus dada adalah kekerasan yang mengatasnamakan agama. Alasannya karena apa yang dilakukan oleh orang lain itu tidak sesuai dengan ajaran agamanya. Banyak dari pelaku kekerasan yang beralasan bahwa ajaran agama yang mereka anut itu harus ditegakkan dan bebas dari kekotoran yang menimbulkan dosa.

            Penafsiran salah terhadap ajaran agama inilah yang menyebabkan terjadinya konflik. Selain itu juga, kefanatikan terhadap ajaran agama inilah yang menuntut seseorang untuk melakukan apapun agar ajaran agamanya tetap bisa bertahan walaupun dengan cara yang salah. Dogmatisme memang tidak bisa dari agama karena dengan dogma inilah agama bisa tetap ada.

        Setiap agama memang mempunyai dogma yang beragam. Agama Buddha sendiri juga mempunyai dogma. Bahkan dahulu sebelum agama Buddha uncul juga sudah ada dogma.

Pengertian Dogma

Dogma adalah pokok ajaran (tt kepercayaan dsb) yg harus diterima sbg hal yg benar dan baik, tidak boleh dibantah dan diragukan atau keyakinan tertentu (KBBI). Dogmatisme adalah doktrin bahwa pikiran manusia mampu untuk mengetahui dengan kebenaran. Dogmatisme sebagai suatu sistem kepercayaan yang dapat membuat orang menjadi ekstrim.

Istilah ditthi dan dittthivāda merupakan istilah yang sama dengan dogma. Ditthi atau drsti dari akar kata drs (melihat) PTS adalah pandangan, kepercayaan, Dalam Pali canon kita menemukan konsep yang sama dengan dogma serta cara menyikapinya dogma, teori, dan spekulasi. Dalam Brahmajāla sutta terdapat 62 ditthi. Buddha mengindentifikasi salah satu dogmatits yaitu anussavikā (revelationist).

Dogma- dogma dalam Brahmajala Sutta

18 pandangan salah tentang masa lampau:

·         Empat pandangan kepercayaan atta dan loka adalah kekekalan (sassata ditthi)

·         Empat jenis kepercayaan dualisme pada kekekalan dan ketidak-kekelan (ekacca sassata ditthi)

·         Empat pandangan mengenai apakah dunia itu terbatas atau tak terbatas (antnanta ditthi)

·         Empat jenis pengelakan yang tidak jelas (amaravikkhepa vada)

·         Dua dokterin non sebab akibat (adhiccasamuppanna vada)


Berebagai pandangan salah mengenai masa depan terdapat 44 jenis

·         Enambelas  jenis kepercayaan pada adanya sanna setelah kematian (uddhamaghatanika sanni vada)

Para bhikkhu, ada beberapa petapa dan brahmana yang menganut ajaran bahwa “sesudah mati kesadaran tetap ada’ (aparantanoditthino), pandangan ini berpendapat bahwa sesudah mati ‘atta’ tetap ada; pandangan ini terbagi dalam enam belas pandangan. Mereka menyatakan tentang ‘atta’ sebagai berikut: “Sesudah mati, “atta “tetap ada, tidak berubah dan sadar”, dan

1)      Mempunyai bentuk (rupa)

2)      tidak berbentuk (arupa)

3)      berbentuk dan tidak berbentuk (rupa-arupa)

4)      bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n”evarupi narupi)

5)      terbatas (antava atta hoti)

6)      tidak terbatas (anantava)

7)      terbatas dan tidak terbatas (antava caanantavaca)

8)      bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n”evantava nanantava)

9)      memiliki semacam bentuk kesadaran (ekattasanni atta hoti)

10)  memiliki macam-macam bentuk kesadaran (anatta sanni)

11)  memiliki kesadaran terbatas (paritta sanni)

12)  memiliki kesadaran tidak terbatas (appamana sanni)

13)  selalu bahagia (ekanta sukhi)

14)  selalu menderita (ekanta dukkhi)

15)  bahagia dan menderita (sukha dukkhi)

16)  bukan bahagia atau pun bukan menderita (adukkham asukkhi)


·         Delapan jenis kepercayaan pada tidak adanya sanna setelah kematian (uddahamaghatanika asanni vada)

Mereka menyatakan bahwa ‘setelah mati ‘atta’ tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki kesadaran’ dan

1)            berbentuk (rupi)

2)            tidak berbentuk (arupi)

3)            berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)

4)            bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n’eva rupi narupi)

5)            terbatas (antava)

6)            tidak terbatas (anantava)

7)            terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)

8)            bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’avantava nanantava)


·         Delapan jenis kepeercayaan pada adanya bukan sanna pun bukan non sanna setelah kematian (uddhamaghatanika nevasanni nasanni vada)

1.             Mereka menyatakan bahwa ‘setelah mati ‘atta’ tidak berubah dan bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa memiliki kesadaran’ dan

9)            berbentuk (rupi)

10)        tidak berbentuk (arupi)

11)        berbentuk dan tidak berbentuk (rupi ca arupi ca)

12)        bukan berbentuk atau pun bukan tidak berbentuk (n’eva rupi narupi)

13)        terbatas (antava)

14)        tidak terbatas (anantava)

15)        terbatas dan tidak terbatas (antava ca anantava ca)

16)        bukan terbatas atau pun bukan tidak terbatas (n’avantava nanantava)


2.              “Para bhikkhu, inilah para petapa dan brahmana yang mengajarkan bahwa ‘sesudah mati’ ‘atta’ bukan memiliki kesadaran atau pun bukan tanpa kesadaran”, yang terbagi dalam delapan pandangan”.


·         Tujuh jenis kepercayaan pada anihilasi uccheda vada)


3.             pandangan pertama, ada beberapa petapa dan brahmana yang berpendapat dan berpandangan seperti berikut: “Saudara, karena ‘atta’ ini mempunyai bentuk (rupa) yang terdiri dari ‘empat zat’ (catummahabhutarupa), dan merupakan keturunan dari ayah dan ibu; bila meninggal dunia, tubuh menjadi hancur, musnah dan lenyap, dan tidak ada lagi kehidupan berikutnya. Dengan demikian ‘atta’ itu lenyap. Demikianlah pandangan yang menyatakan bahwa ketika makhluk meninggal, ia musnah dan lenyap”.


4.             Pandangan ke dua. Orang lain berkata kepadanya: Saudara, ‘atta’ yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi ‘atta’ itu tidak musnah sekaligus, karena ada ‘atta’ lain lagi yang luhur, berbentuk, termasuk ‘alat kesenangan inderia’ (kamavacaro), ‘hidup dengan makanan material’ (kavalinkaraharabhakkho), yang kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui atau telah melihatnya. Setelah meninggal ‘atta’ tersebut tidak ada lagi, dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal dunia makhluk itu binasa, musnah dan lenyap”.


5.             Pandangan ke tiga. Orang lain berkata kepadanya: “Saudara, ‘atta’ yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi ‘atta’ itu tidak musnah sekaligus, karena ada ‘atta’ lain lagi yang luhur, berbentuk, dibentuk oleh pikiran (Manomaya), semua bagiannya sempurna, inderianya pun lengkap. ‘Atta’ seperti itu kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, ‘atta’ ini musnah dan lenyap. Setelah itu ‘atta’ tersebut tiada lagi, dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap”.


6.             Pandangan ke empat. Orang lain berkata kepadanya: “Saudara, ‘atta’ yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada ‘atta’ lain lagi yang melampaui ‘pengertian adanya bentuk’ (rupesanna) yang telah melenyapkan rasa tidak senang (pathigasanna), tidak memperhatikan penyerapan-penyerapan lain (nannattasanna), menyadari ruang tanpa batas’ (akasanancayatana).  ‘Atta’ ini kamu tidak ketahui atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal dunia, ‘atta’ ini musnah dan lenyap. Setelah itu, ‘atta’ tersebut tidak ada lagi, dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap”.


7.             Pandangan ke lima.  Orang lain berkata kepadanya: “Saudara, ‘atta’ yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi ‘atta’ tidak musnah sekaligus. Karena ada ‘atta’ lain lagi yang melampaui alam Akasanancayatana, menyadari kesadaran tanpa batas, mencapai alam ’Kesadaran tanpa batas’ (vinnanancayatana).  Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya. Ketika meninggal, atta musnah dan lenyap. Setelah itu, ‘atta tersebut tidak ada lagi dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.


8.             Pandangan ke enam. Orang lain berkata kepadanya: “Saudara, ‘atta’ yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada atta lain yang melampaui alam Vinnanancayatana, menyadari kekosongan, mencapai alam kekosongan’ (Akincannayatana). Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahui dan melihatnya.   Ketika meninggal, atta ini musnah dan lenyap. Setelah itu, ‘atta’ tersebut tidak ada lagi, dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.


9.             Pandangan ke tujuh. Orang lain berkata kepadanya: “Saudara, atta yang seperti kau katakan itu ada. Saya tidak membantahnya. Tetapi atta tidak musnah sekaligus. Karena ada atta lain yang melampaui alam Akincannayatana, mencapai alam ‘bukan penyerapan atau pun bukan tidak penyerapan’ (N’evasanna nasannayatana). Atta ini kamu tidak tahu atau tidak lihat, tetapi saya telah mengetahi dan melihatnya. Ketika meninggal, atta ini musnah dan lenyap. Setelah itu, ‘atta’ tersebut tidak ada lagi, dengan demikian ‘atta’ musnah sama sekali”. Demikianlah mereka berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk itu binasa, musnah dan lenyap.

10.         inilah para petapa dan brahmana yang berpaham Annihilasi 4), yang memiliki tujuh pandangan dengan berpendapat bahwa setelah meninggal makhluk binasa, musnah dan lenyap sama sekali. Para bhikkhu, demikianlah para petapa dan brahmana tersebut berpendapat dan menyatakan ajaran mereka dalam tujuh pandangan ini atau dengan salah satu dari pandangan-pandangan tersebut tidak ada lagi.



·         Lima jenis nibbana duniawi sebagai yang bisa diwujudkan dalam kehidupan ini juga (ditthadhamma nibbana vada)

11.         “Para bhikkhu, dari semua pandangan tersebut, ada para petapa dan brahmana yang berpaham:

1)      Eternalis (sassata vada) yang menyatakan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ (bumi, dunia, semesta, jagad) adalah kekal dengan empat pandangan.

2)      Semi-Eternalis (sassata-asassata vada) yang menyatakan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ adalah sebagian kekal dan sebagian tidak kekal, dengan empat pandangan.

3)      Ekstensionis (antanantika) yang menyatakan bahwa ‘atta’ dan ‘loka’ adalah terbatas dan tak terbatas, dengan empat pandangan.

4)      Berbelit-belit (amaravikkhepika), yang bilamana sebuah pertanyaan ditanyakan kepada mereka, mereka akan men-jawabnya dengan cara yang berbelit-belit, sehingga mem-bingungkan, dengan empat pandangan.

5)      Asal mula sesuatu terjadi adalah secara kebetulan (adhiccasamuppanika), yang menyatakan bahwa ‘atta’ dan loka’ terjadi tanpa adanya suatu sebab, dengan dua pandangan.

         Mereka semua itulah yang berpaham pada ‘keadaan masa yang lampau’!

6)      Setelah meninggal kesadaran tetap ada (uddhamagha-tanikasannavada) yang menyatakan bahwa ‘atta’ tetap hidup terus setelah meninggal, dengan enam belas pandangan.

7)      Setelah meninggal tanpa kesadaran (uddhamaghatanika asanni vada) yang menyatakan bahwa setelah meninggal ‘atta’ adalah tanpa kesadaran, dengan delapan pandangan.

8)      Setelah meninggal ‘ada kesadaran dan tanpa kesadaran’ (uddhamaghatanika n’evasanninasanni vada) yang menyatakan bahwa ‘setelah meninggal ‘atta’ adalah memiliki kesadaran dan tanpa kesadaran, dengan delapan pandangan.

9)      Annihilasi (ucchedavada) yang menyatakan bahwa setelah meninggal makhluk binasa, hancur dan lenyap, dengan tujuh pandangan.

10)  Mencapai kebahagiaan mutlak dalam kehidupan sekarang ini (ditthadhammanibbanavada) yang menyatakan bahwa Nibbana dapat dicapai dalam kehidupan sekarang ini, dengan lima pandangan

Pandangan Buddhisme Awal terhadap Munculnya Dogmatisme

Menurut pandangan Buddhisme akar dari semua dogma dalam Samyutta Nikāya adalah sakkāyaditthi (pandangan salah), sakkāyaditthi (salah satu dari 4 upādāna)  yang harus dihancurkan ketika mencapai tingkat sotāpanna. Jika tak ada sakkāya ditthi maka dogma-dogma tak akan ada. Menghilangkan dogma tentang diri bukan berarti dogma “tidak ada diri” diadakan, karena itu merupakan refleksi yang salah. Melenyapkan konsep adanya diri bukan berarti memunculkan konsep diri tidak ada.

Sabbhasava sutta: Pada orang yang merefleksi secara salah, satu diantara enam pandangan umum muncul: padanya muncul pandangan, “Aku mempunyai diri” sebagai benar dan pasti atau padanya muncul “Aku tak ada diri” sebagai benar dan pasti.

Dogmatisme bisa menyebabkan pertikaian karena sesorang telah melekat pada dogma akan mempertahannya dan menganggap itu adalah yang paling benar. Sehingga akan memandang orang lain adalah orang yang salah dan tidak pantas dihormati. Dalam diri seseorang tersebut akan menyebabkan keombongan karena dogma yang dia anut adalah yang terbaik dan yang paling benar.


Khotbah pada suku Kalama (Kalama Sutta):


Janganlah bertindak hanya atas dasar kekuasaan kitab-suci (pitaka sampada) .... tapi bila engkau mengetahui sendiri: "Hal-hal ini adalah baik, hal-hal ini tidak akan dipersalahkan, hal-hal ini dipuji oleh para bijaksana, dan bila dilaksanakan serta diikuti, membawa kebajikan dan kebahagiaan," maka ikuti dan mantaplah dengannya.[A, I: 187]


Kesimpulan

Pada dasarnya buddhisme awal memandang segala sesuatu itu tanpa kekekalan dan tidak menghendakki adanya konflik. Dengan demikian maka penderitaan akan dapat dikurangi dan dihilangkan. Karena seseorang yang menganut agama menghendakki kebahagiaan dengan jalan seseorang tersebut menjalankan dogma dari ajaran tersebut dengan benar dan sesuai.

            Setiap agama atau system kepercayaan yang dianut seseorang mempunyai dogma termasuk agama Buddha.

Daftar Pustaka

·         http://kamusbahasaindonesia.org/dogma/mirip#ixzz2ibxhRlHy (diakses tanggal 24 Oktober 2013).

·         Dhirasekera, jotika. 1979. Encyclopaedia of Buddhism Vol.IV. The Government of Ceylon 

https://www.facebook.com/notes/artikel-buddhis/dasar-pandangan-agama-buddha-bag29-sumber-sumber-ajaran-oleh-bhikkhu-s-dhammika/400591933705?comment_id=12982934&offset=0&total_comments=1 (diakses tanggal 24 Oktober 2013).

TATA KRAMA DI VIHARA

9:21 PM Add Comment
Tata krama dalam kehidupan sehari-hari bukan hanya disaat kita sedang di rumah, sekolah, ataupun di tempat umum lainnya. Tata krama juga hendaknya kita praktikkan di tempat ibadah salah satunya dalah vihara. Tata krama ini bertujuan agar kita dapat bersama-sama memelihara dan menciptakan kondisi yang menunjang vihara sebagai tempat kebaktian/ibadah, tempat belajar Dhamma, dan tempat praktik dhamma. Berikut ini sedikit tata krama yang dapat dipraktikkan secara jasmani dan rohani:
Pakaian
1.      Memasuki vihara dengan pakaian yang rapi, bersih, dan sopan. Tidak menggunakan busana ketat, rok mini, celana pendek, dan baju tanpa lengan.
2.      Tanggalkan alas kaki (sepatu atau sandal) dan bukalah topi atau penutup kepala lainnya sebelum memasuki vihara atau dhammsala.
Pikiran
1.      Usahakan memasuki halaman vihara dengan pikiran yang penuh cinta kasih.
2.      Berusahalah menjaga kesadaran agar selama berada di dalam vihara pikiran anda benar-benar suci. Kesadaran ini bertujuan agar pikiran selalu waspada terhadap pikiran-pikiran negative dan mampu mengembangkan pikiran positif.
Ucapan
1.      Berilah salam (“Namo Amithuofo”, “Suvatti Hotu”, “Sukkhi Hotu”, dsb) dengan beranjali jika bertemu sesame umat Buddha. Umat yang baru tiba atau yang lebih muda seyogianya memberikan salam terlebih dahulu.
2.      Usahakan tidak berbicara yang tidak benar, tidak sopan/melanggar tata susila, dan kasar di dalam vihara.
3.      Jagalah keheningan. Hindari bergosip dan berbicara yang tidak berguna. Hindari pula berbicara dengan suara yang keras/berteriak.
Perbuatan
1.      Setiba di vihara sebaiknya yang dilakukan terlebih dahulu adalah memasuki ruang kebaktian dan bersujud (namaskara) di depan altar.
2.      Jika akan mengikuti kebaktian, usahakan dengan hening lalu menuju tempat duduk. Tunggulah dengan sabar dimulainya kebaktian, gunakan waktu dengan hala berguna seperti meditasi. Jika tidak dapat duduk diam, dengan hening, tinggalkanlah ruangan kebaktian dan menunggu di luar.
3.      Tidak membunuh, mencuri, berbuat yang tidak sopan/melanggar susila, dan minum minuman keras/obat terlarang di dalam vihara.
4.      Tidak merokok di dalam vihara.
5.      Tidak membawa senjata tajam, hasil pembunuhan, minuman keras, obat terlarang, serta barang-barang yang terlarang di negara Republik Indonesia.
6.      Tidak berjualan di vihara, kecuali telah mendapatkan ijin dari kepala vihara.
7.      Pengumpulan dana untuk keperluan vihara lain/organisasi lain harus seizing kepala vihara.
8.      Usahakan tidak mengambil dan memindahtempatkan barang-barang yang ada di vihara.
9.      Buanglah sampah pada tempat sampah yang telah disediakan, sampah kering dan sampah basah hendaknya dibuang di tempatnya masing-masing.
10.  Tidak mencorat-coret tembok,dan merusak, menginjak, atau memetic tanaman milik vihara.
11.  Usahakan tidak memukul, melukai, dan membunuh semua jenis hewan yang berada di lingkungan vihara.



Sumber:
Buku Tata Krama dan Tata Tertib di Vihara terbitan Penerbit Dian Dharma tahun 2007.

PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI CHINA

9:15 PM Add Comment
                                      http://www.chinadiscovery.com/assets/images/travel-guide/leshan/giant-buddha/leshan-giant-buddha-fact-876-2.jpg

A.    Latar Belakang
Agama Buddha pada awal masehi terbagi menjadi dua aliran besar yaitu aliran selatan dan utara. Aliran selatan berdasarkan naskah awal kotbah sang Buddha,menitik beratkan pada sanha dan pada pencapaian Nivarana secara pribadi, menuju kepada pencapaian arahat. Theravada modern yang sekarang berkembang di Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos dan srilanka merupakan ahli waris dari aliran selatan dan aliran/ sekte theravada masih berkelanjutan. Sedangkan aliran utara atau mahayana lebih menitik beratkan pada tujuan Bodhisattva yaitu seseorang yang sudah mencapai tingkat ke-Buddha-an sehingga tidak perlu dilahirkan, namun masih mau dilahirkan untuk menolong dan menyelamatkan orang lain yang belum mencapai tingkat kesucian. Mahayana hingga saat ini dapat dijumpai di Tibet, Nepal, China, Vietnam, Korea dan Jepang.
B.     Awal Mula Agama Buddha Masuk Ke Cina
Agama Buddha berkembang ke Cina sekitar abad kedua sebelum Masehi melalui Asia Tengah serta mulai berpengaruh pada masa pemerintahan Kaisar Ming (58- 75 M). Sejak Dinasti Han (25- 220M) pengaruh agama Buddha mulai menjadi perhatian dan persoalan. Kira- kira pada masa itulah Mo Tzu menyusun bukunya Li- huo- lun (Menangkis Kekeliruan) sebagai apologia (pembelaan) agama Buddha.
Pada tahun 147 M seorang bhiksu dari Asia Tengah bernama Lokaraksha telah menetap di Loyang, ibukota Dinasti Han masa itu. Pada abad 2, ke 3 dan ke 4 banyak bhiksu dari India ke Cina dan giat menyalin berbagai Sutra dan Sastra kedalam Bahasa Cina.
Pada tahun 399 M seorang bhiksu dari Cina bernama Fa- Hien, bersama rombongannya terdiri atas 10 orang,melawat ke India melalui jalan darat untuk mempelajari agam Buddha. Pada tahun 413M, ia pulang melalui jalan laut dengan singgah di Sriwijaya (Sumatra) dan Jawa. Ia giat menyalin berbagai sutra. Catatannya mengenai negeri- negeri Buddha (Record of Buddhist Countries) terkenal  samapi kini.
Perkembangan agama Buddha di China disebabkan oleh banyak tokoh terpelajar yang pergi ke India atau Sri Lanka untuk belajar melalui kitab-kitab dan filsafat agama Buddha di India atau sri Lanka. Di India maupun Sri Lanka para pelajar tersebut belajar dengan guru yang berbeda- beda, sehingga pelajaran tentang agama Buddha yang di dapat juga berbeda-beda. Sekembalinya ke negaranya, pengetahuan yang telah didapatkan itu kemudian mereka tularkan kepada masyarakat sehingga ajaran agama Buddha menyebar. Para terpelajar mempunyai banyak pengikut dan mendirikan aliran tersendiri yang sendiri sesuai dengan ajarannya masing-masing. Di samping mengajarkan tentang agama Buddha para pelajar juga menerjemahkan Kitab Agama Buddha ke dalam bahasa China
C.    Aliran- aliran Agama Buddha di Cina
1.      Aliran Theravada
a)      Cheng- shih (di India bernama aliran Sautrantika), yang berpendirian bahwa dharma dan kehidupan itu hanya maya realitas. Aliran ini berkembang sampai abad ke- 6 dan mengalami kemunduran pada abad ke- 8 ditelan aliran San- lun (Mahayana).
b)      Chu- she (di India bernama aliran Vaibashika), berpendirian bahwa dharma dan kehidupan itu hanya realitas. Aliran ini berkembang sampai abad ke- 7 dan mengalami kemunduran dan ditelan aliran Mahayana.
c)      Lu, yaitu aliran yang mempertahankan tata tertib yang ketat bagi kehidupan sangha, berdasarkan Vinaya- Pitaka. Doktrin dari aliran ini disempurnakan oleh Tao-shuan (596- 667 M), seorang bhiksu terkemuka dari Gunung Selatan. Pada tata- tertib yang ketat itu termasuk 250 buah larangan bagi bhiksu dan 348 buah larangan bagi bhiksuni. Lambat laun aliran tersebut meresapi aliran yang lain sehingga bukan aliran tersendiri.
2.      Aliran Mahayana
a)      San- lun
San- lun bermakna: Tiga Sutra. Aliran itu berdasarkan tiga karya yang disalin Kumarajiva ke dalam bahasa Cina. Dua buah daripadanya adalah karya Nagarjuna dan sebuah lagi karya muridnya, Deva. Aliran ini di India bernama Madhyamika (aliran tengah). Aliran tersebut berpendirian bahwa seluruh alam luar itu hanya suatu realitas terbatas belaka, tidak merupakan realitas penuh. Titik tolak aliran Madhyamika itu berpangkal pada empat dalil yang pada intinyamenolak setiap idea tentang: ada, tidal ada, srentak ada dan tidak ada, serentak ada dan bukan tidak ada. Aliran ini di China dikembangkan dan makin disempurnakan oleh Dhi-Tsang (549-623 M), seorang Bhikkhu yang terayah dari Parsi dan ibu dari China.
b)      Wei- shih
Wei- shih itu bermakna: hanya kesadaran. Aliran ini di India dikenal dengan Vijnnana Vada yang dibangun oleh Asanga. Sebelum buah tangan Asanga disalin kedalam bahasa China maka aliran ini dikenal dengan sebutan She-Lun. Aliran ini belakangan dikenal dengan aliran Fahsiang (Dharmakaya), dibangun oleh Huan-Shang (596-664 M). seorang Bhikkhu, penyalin dan ahli pikir.
c)      Tien- tai
Tien- tai di Jepang disebut dengan aliran Nichiren. Apabila pada mulanya aliran ini berdasarkan pada Saddharma-Pundarika-Sutra (seroja dari hukum terbaik), tetapi dalam perkembangannya penapsiran terhadap karya tersebur yang diberikan oleh Chih-kai (538-597 M). Chih-kai adalah nama seorangBhikkhu berasal dari wilah gunung Tien-tai dalam provinsi Chikyang, tempat Chih-tai membuka perguruanya. Pandangan-pandangan Gheieh-kai dicatat dan dihimpun oleh muridnya, kuan-ting, dan merupakan tiga-karya-besar dari aliran Tien-tai itu yaitu:
1.      Fa-hua wen-chu: kata dan kalimat dalam seroja
2.      Fa-hua hsuan-i:npangertian yang lebih dalam dariseroja
3.      Mo-ho Chih-kuan: kesadaran dan renungan
d)     Hua- yen
Aliran ini bermakna Kalung Bunga (Flower Garland School). Aliran Hua- yen ini berdasarkan Avatamsaka- Sutra, sebuah karya dari India Utara, mengemukakan ajaran Sakyamuni dalam kedudukannya sebagai penjelmaan Buddha Vairochana. Aliran ini mula- mula dibangun oleh Tua- shun (557- 640 M), kemudian dikembangkan dan disempurnakan oleh Fa- tsang (643- 712 M),seorang Guru Besar dari Hsien- show. Pokok ajaran utama aliran ini adalah Kausalitas Universil, yaitu hukum sebab- musabab yang universil.
e)      Chan
Aliran Chan di Cina di India dikenal dengan aliran Dhyana dan di Jepang aliran Zen. Dhyana itu bermakna samadhi (meditasi). Chan dan Zen ini perubahan bunyi menurut dialek Cina dan Jepang.
f)       Ching- tu
Aliran Ching- tu ini juga disebut dengan aliran Sukhavati (Happy Land School),didasarkan pada Sukhavati- Vyusha- Sutra. Sukhavati ini dikuasai oleh Buddha Amitabha, di Cina disebut Kwan- Yin dan di Jepang disebut Amida.
g)      Chen- yen
Chen- yen bermakna Kata yang Benar. Aliran ini berpendirian bahwa alam semesta ini berisikan tiga misteri: pikiran, bicara dan perbuatan.  Doktrin ini pada awalnya berpengaruh di Cina tetapi berangsur- angsur mundur kecuali di Tibet dan di Jepang.
D.    Tanggapan Masyarakat Cina Terhadap Agama Buddha
 Ketika agama Buddha masuk ke China, pada dasarnya tidak mau menerima karena masyarakat berangapan bahwa agama Buddha merupakan agama mistik. Karena pada saat itu di China terdapat aliran Kong Hu Chu dan Tao sehingga masyarakat belum dapat menerima kedatangan agama Buddha. Akan tetapi tidak lama kemudian masyarakat China dapat menerima kedatangan Agama Buddha karena masyarakat di China berangapan bahwa agama Buddha memiliki nilai dan fungsi dalam praktik spiritual dan juga mengajarkan tingkah laku yang baik.
Masyarakat Cina yang menerima agama Buddha Mahayana memandang dan menerima Buddha Sakyamuni sesuai dengan pandangan/ pemikiran Mahayana, dimana Buddha Sakyamuni diterima sebagai perwujudan Dharmakaya dan bersifat di atas manusia. Buddha Sakyamuni diterima tidak berbeda dengan para Buddha lainnya. Masyarakat Cina lebih memberikan perhatian kepada para Bodhisattva yang dapat membantu manusia keluar dari penderitaannya melalui pemujaan kepada mereka.
E.     Kemunduran Agama Buddha di Cina
Pada tahun 845 agama Buddha di Cina menghadapi cobaan berat. Kaisar Wu Zongyang berkuasa mengeluarkan perintah untuk menghabisi agama Buddha karena pertimbangan ekonomi. Lebih dari 4600 vihara dan 40000 biara diwilayah kerajaan dihancurkan, lebih dari 260500 bhiksu dan bhiksuni dipaksa kembali ke kehidupan rumah tangga sementara lebih dari 150000 dipaksa bekerja dikerajaan. Demikian pula tidak dapat dibayangkan banyaknya karya- karya sutra dan sastra yang ditulis selama 6 dinasti ikut terbakar dan hancur.
Dalam keadaan tersebut yang dapat bertahan hanya aliran Chan saja karena aliran ini tidak bergantung pada kitab- kita suci ataupun upacara. Krisis yang terjadi pada masyarakat Cina setelah runtuhnya dinasti Han telah diisi oleh nilai- nilai yang dibawa oleh ajaran agama Buddha yang masuk melewati Asia tengah.
Referensi:
Wahyono, Mulyadi. 1992. Sejarah Perkembangan Agama Buddha 1. Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Hindu dan Buddha dan Universitas Terbuka

Padmasambhava

11:46 PM Add Comment

Guru Padmasambhava atau Urgyen ( dalam bhs Tib ) atau biasa disebut Guru Rinpoche adalah seorang yang mencapai tingkat Kesucian dengan belajar dari Samma Sambuddha. Beliau lahir di India, seperti yang biasa disebutkan dalam doa Inspirasi Agung, " Disebelah Barat Negeri Uddiyana lahir dari sebuah Teratai, ia disebut Urgyen ( Padmasambhava ).
Guru Padmasambhava – Kelahiran Teratai, juga dikenal sebagai: “Guru Singa Mengaum” adalah sosok penting dalam sejarah Buddhisme Tibet, dipuji karena keberhasilannya dalam memperkenalkan Buddhisme Tantra ke Tibet (sekitar 750 CE).Ia adalah penting bagi semua yang ingin memahami perumpamaan dan symbol yang berhubungan dengan transisi Buddhisme dari India ke bentuk Tibet.  Ia juga penting secara tidak terduga (oleh banyak orang) sehubungan dengan transmisi dan evolusi Hindu India dan Buddhist Simhanada Vajramukti menjadi ‘Tibetan’, Auman Singa! Seni beladiri. Padmasambhava- Kelahiran Teratai, juga dikenal sebagai: “Guru Singa Mengaum” – khususnya dalam salah satu dari delapan ‘wujud’ nya – Guru Senge Dradog (Tibet).
Riwayat Padmasambhava (juga dikenal sebagai Vajraguru)
Padmasambhav, lebih terkenal sebagai Guru Rinpoche, dihormati oleh seluruh silsilah Buddhisme Tibet, dan gambarnya jelas dipasangkan disebelah Sang Buddha di banyak Kuil Buddhis, viharam dan di rumah-rumah. Banyak umat, khsuusnya dari aliran Nyingma yang didirikan oleh Padma, menganggapnya sebagai Buddha ke dua.
Padma bukanlah makhluk biasa, praktisi biasa, juga bukan seorang bodhisattva mulia. Ia adalah emanasi langsung dari semua Buddha di sepuluh penjuru dan tiga masa. Ia adalah junjungan yang maha mencakup ketiga permata Buddha, Dharma dan Sangha. Ia adalah perwujudan tunggal kebijaksanaan, belas kasihan dan aktivitas dari seluruh Pemenang. Ia adalah Guru dari tiga akar Guru, Yidam dan Pelindung. Ia adalah inti dari Buddha Amitabha.
Dalam Dharmakaya, ruang luas kesadaran primordial, Padma tidak terpisah dari Buddha primordial Samantabhadra. Dalam Sambogakaya, ekspresi spontan kesadaran primordial, Padma tidak terpisah dari Buddha Vajradhara, bermanifestasi sebagai emanasi kebijaksanaan para Bhyani Buddha. Dalam Nirmanakaya, pertunjukan energi belas kasihan dari para Buddha Sambhogakaya, Padma pertama-tama muncul dalam bentuk setenagh wujud di alam Mahabrahma, di mana hanya para Bodhisattva mulia yang dapat melihatnya. Ia kemudian muncul di hadapan makhluk-makhluk biasa sebagai banyak Nirmanakaya dari Yang Tercerahkan Sempurna, seperti Buddha Shakyamuni, dan dalam seluruh perwujudan kelahiran yang tidak terhitung banyaknya. Pertunjukan manifestasi ini muncul terus-menerus selama masih ada makhluk-makhluk hidup.
Dakini Yeshe Tsogyal mengalami suatu manifestasi Padma dalam mimpi.Masing-masing pori-pori tubuhnya bersisikan satu milyar alam, dan dalam masing-masingnya terdapat satu milyar sistem dunia. Dalam masing-masing sistem dunia berdiam satu milyar Padma yang menciptakan satu milyar emanasi, dan masing-masing emanasi ini mengajarkan kepada satu milyar siswa. Pertunjukan ini, yang ia sebut Samudera Vajra yang sangat luas, berulang pada tiap-tiap arah utama.
Padma bermanifestasi secara bersamaan dalam tidak terhitung banyaknya sistenm dunia untuk mengajarkan dan mengalih-yakinkan semua makhluk, baik manusia, dewa, setan atau siluman, khususnya mereka di masa gelap yang sulit diyakinkan, dan ia muncul di hadapan mereka dalam bentuk yang sesuai dengan karma individual mereka. Dalam salah satu otobiografinya, ia menjelaskan, “Pada saat ini, dalam Kaliyuga perselisihan dan permusuhan, makhluk-makhluk tanpa membeda-bedakan berkubang dalam lumpur beracun kebencian, nafsu, kebingungan, iri-hati dan keangkuhan. Khususnya untuk membantu makhluk-makhluk yang paling sulit ditolong, para Buddha tubuh sederhana tanpa batas mengandung diriku dengan Pikiran mereka yang terkonsentrasi, para Buddha tubuh kenikmatan semu menahbiskan gaya kehidupanku dengan watak belas kasihan mereka dan para Buddha jelmaan belas kasihan menegaskan perwujudanku dengan kekuatan kelompok mereka. Demikianlah, aku, Orgen Padma, Guru Kelahiran Teratai, muncul di dunia ini.”
Dalam sistem dunia kita, 1000 Buddha akan muncul, dan pada masing-masing dari para Buddha ini akan ada 1000 Padma untuk melakukan aktivitas-aktivitas mereka. Para Padma ini aadlah emanasi batin Amitabha, emanasi ucapan Avalokitesvara, dan terutama membantu makhluk-makhluk yang tersesat dalam masa gelap di mana para Buddha dan para Bodhisattva tidak muncul. Dalam masa kita sekarang, masa Buddha Shakyamuni, Padma muncul dalam seluruh enam alam samsara. Di alam manusia, ia adalah tubuh emanasi Buddha Shakyamuni dan kehidupannya and perbutannya adalah pertunjukan gaib untuk mengalih-yakinkan makhluk-makhluk biasa kepada Dharma sesuai kapasitas individual mereka, kecenderungan dan kebutuhan mereka. Dalam biografi, dikatakan bahwa Padma, kebal terhadap penyakit, usia tua dan kematian, masih hidup dan membabarkan Dharma kepada makhluk-makhluk. Ketika Padma melakukan perjalanan ke Tibet, ia berusia lebih dari 1000 tahun. Padma mengatakan bahwa ia telah hidup dalam kelahiran duniawinya yang sekarang selama lebih dari 3600 tahun.
Referensi:
http://dhammacitta.org/forum/index.php?topic=14805.165 (diakses tanggal 3 April 2013)